Kembali ke Website Imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 20 November 2009

22 Nov - Dan 7:13-14; Why 1:5-8: Yoh 18:33b-37

"Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini"

HR TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM : Dan 7:13-14; Why 1:5-8: Yoh 18:33b-37


"Bapak datang, kita berpuasa dua hari", demikian keluh kesah penarik becak di kota Semarang pada suatu saat, yaitu ketika Presiden Suharta berkunjung ke Semarang dalam rangka kunjungan kerja dalam 'Seminar Budaya Jawa' di hotel Patra Jasa – Semarang. Memang pada saat itu selama dua hari jalan yang akan dilalui presiden harus steril dan bersih, antara lain: penarik becak tidak boleh lewat, para pedagang kaki lima di pinggir jalan tidak boleh jualan, dst..  Karena dua hari tidak kerja atau jualan berarti dua hari tidak memperoleh uang, padahal apa yang diperoleh satu hari juga hanya cukup untuk kebutuhan hidup keluarga sehari. Sebaliknya ketika Paus Yohanes Paulus II mengadakan kunjungan pastoral di Yogyakarta, banyak pedagang kaki lima diuntungkan, karena pada waktu itu mereka dapat berjualan di pinggir jalan seperti biasa, bahkan harga dinaikkan tidak apa-apa dan jumlah yang mereka jual hampir dua kali lipat seperti biasa. Maklum beberapa jalan sekitar Maguwaharja, tempat Paus berkunjung dan mempersembahkan Perayaan Ekaristi, ditutup guna parkir kendaraan, dan dengan demikian mereka berjualan seperti biasa tidak apa-apa.  Dari dua kunjungan sebagaimana saya kisahkan secara singkat di atas, kiranya cukup jelas ada kontras tajam, perbedaan antara 'kerajaan dunia' dan 'kerajaan sorga'.  "Raja dunia" pada umumnya menguasai, sedangkan 'raja sorga' lebih melayani. Sebagai orang beriman, khususnya yang beriman pada Yesus Kristus, dipanggil untuk meneladan Yesus, Sang Raja Semesta Alam, yang datang untuk melayani bukan dilayani dan menguasai.

 

"Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini." (Yoh 18:36)

 

Kerajaan Yesus adalah Kerajaan Allah dan kita semua, yang beriman kepadaNya,  adalah anggota Kerajaan Allah, maka marilah kita mawas diri apakah kita sungguh menjadi anggota Kerajaan Allah, yaitu orang-orang yang dirajai dan dikuasai oleh Allah, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita sesuai dengan kehendak Allah. Maka pada "Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam" ini, yang tidak lain adalah minggu terakhir dalam tahun liturgy atau peralihan tahun liturgy, kita mawas diri sejauh mana dalam perjalanan iman selama satu tahun kita semakin dirajai atau dikuasai oleh Allah, melalui aneka pekerjaan, pelayanan dan kesibukan kita setiap hari: sebagai orang  beriman semakin beriman, sebagai pekerja semakin trampil bekerja, sebagai suami-isteri semakin trampil saling mengasihi, sebagai anggota Lembaga Hidup Bakti semakin berbakti kepada Allah dan sesama,  sebagai pelayan masyarakat semakin melayani, dst..

 

Setiap hari atau minggu kita senantiasa berdoa dan beribadat, entah sendirian atau bersama-sama, dan dalam ibadat pada umumnya dibacakan dan direnungkan sabda Tuhan sebagaimana yang tertulis di dalam Kitab Suci, tulisan yang berfungsi mendidik, membina, mengajar dan menegor kita. Di dalam tugas belajar atau bekerja setiap hari kita juga menerima dan mendengarkan aneka informasi baru, yang dapat memperbaharui cara hidup dan cara bertindak kita. Di dalam aneka pergaulan atau curhat kita menerima aneka informasi, nasihat, saran, tegoran, ajakan, dst. . Apakah aneka pengalaman dan informasi yang telah kita terima membina dan mendidik kita sehingga kita semakin beriman, semakin dirajai atau dikuasai oleh Allah, semakin suci, semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia?

 

Semakin dikuasai Allah, semakin suci, semakin beriman memang ada kemungkinan juga semakin dibenci oleh sementara orang atau semakin menghadapi banyak tantangan dan penderitaan. Tantangan dan penderitaan yang lahir dari kesetiaan pada iman, panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan atau wahana keselamatan dan kebahagiaan sejati, maka hendaknya dihadapi dengan rendah hati dan jangan disingkiri. Tantangan dan penderitaan tersebut akan mendewasakan pribadi kita sebagai orang beriman, tanpa tantangan dan penderitaan kita tak akan tumbuh berkembang sebagaimana didambakan.

 

"Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."(Why 1:8)

 

Kutipan dari kitab Wahyu di atas ini baik menjadi permenungan atau refleksi kita: kita berasal dari Allah dan harus kembali kepada Allah. Hidup atau mati kita adalah milik Allah, maka selama hidup kita 100%  tergantung dari Allah dan 100% dari usaha atau upaya kita sendiri. Allah bekerja terus menerus tiada henti, maka selama bekerja maupun istirahat hendaknya kita menghayati diri senantiasa didampingi dan dilindungi oleh Allah, sebagaimana dikatakan oleh pemazmur :"TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya. Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku."(Mzm 139:1-10) 

 

Ungkapan pemazmur di atas mengingatkan kita semua bahwa kita tak mungkin menyembunyikan diri di hadapan Allah, dimanapun dan kapanpun kita hidup dan bertindak senantiasa dalam penglihatan dan pengawasan Allah.  Meskipun kita di dalam kamar sendirian atau di tengah hutan belantara sendirian, Allah tetap menyertai dan mendampingi kita. Maka kami mengingatkan dan mengajak kita semua, kaum beriman, untuk mengimani penyertaan dan pendampingan Allah, sehingga kita tidak takut untuk melakukan apa yang baik, benar, mulia dan suci, sebaliknya kita takut untuk berbuat jahat atau melakukan tindakan-tindakan amoral, yang menyakiti orang lain. Dengan ini kami juga mengingatkan siapapun yang suka berbohong pada atau menipu orang lain, para koruptor dst. Ada pepatah "sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga", serahasia-rahasianya anda berbuat jahat suatu saat akan ketahuan juga.

 

Hidup dan bertindak 'jujur' itulah panggilan dan tugas kita semua. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman  Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997,hal 17). Kasus "Bank Century" maupun 'ketegangan antara POLRI dan KPK' rasanya sarat dengan ketidak-jujuran, maka dengan ini kami berharap kepada para penegak hukum untuk dapat menjadi teladan kejujuran dalam tugas dan jabatannya; para pengusaha hendaknya juga tidak dengan mudah memberi 'uang pelicin' kepada para penegak hukum.

 

"TUHAN adalah Raja, Ia berpakaian kemegahan, TUHAN berpakaian, berikat pinggang kekuatan. Sungguh, telah tegak dunia, tidak bergoyang; takhta-Mu tegak sejak dahulu kala, dari kekal Engkau ada. Peraturan-Mu sangat teguh; bait-Mu layak kudus, ya TUHAN, untuk sepanjang masa."

(Mzm 93:1-2.5)

 

Jakarta, 22 November 2009


21 Nov-1Mak 6:1-13; Luk 20:27-40

"Mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu tidak kawin dan tidak dikawinkan"

(1Mak 6:1-13; Luk 20:27-40)


"Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali." Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus."(Luk 20:27-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta "SP Maria Dipersembahkan kepada Allah" hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan, berarti tidak percaya akan kehidupan setelah meninggal dunia, dan dengan demikian orientasi hidup mereka di dunia adalah materi, apa yang kelihatan. Suatu yang kontradiktif bahwa mereka tidak percaya akan kehidupan setelah mati menanyakan kepada Yesus perihal kehidupan setelah mati, maka Yesus menjawab: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.". Jawaban Yesus ini kiranya dapat dikenakan pada Bunda Maria, yang kita kenangkan pada hari ini: Bunda Maria sepenuhnya dipersembahkan kepada Allah alias tidak kawin sebagaimana terjadi dalam kebanyakan orang di dunia ini. Maka dalam rangka mengenangkan "SP Maria Dipersembahkan kepada Allah" hari ini, kami mengajak dan mengingatkan kita semua, entah yang kawin atau berkeluarga maupun tidak berkeluarga, untuk mawas diri: sejauh mana kita mempersembahkan diri kepada Allah, artinya cara hidup dan cara  bertindak kita sesuai dengan kehendak Allah? Sejauh mana kita menjadi pelaksana-pelaksana kehendak Allah atau sabda-sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci?

·   "Aku sudah menjadi insaf bahwa oleh karena semuanya itulah maka aku didatangi malapetaka ini. Sungguh aku jatuh binasa dengan sangat sedih hati di negeri yang asing."(1Mak 6:13), demikian kata sang raja, yang menyadari dirinya telah berbuat jahat. Berbagai bentuk kejahatan pasti akan mendatang malapetaka, entah pada orang yang melakukan kejahatan atau orang lain yang kena dampak tindakan jahatnya. Kutipan ini kiranya baik menjadi  bahan permenungan atau refleksi bagi mereka 'yang sedang berkuasa' dalam kehidupan bersama: apakah saya juga telah merampas hak rakyat demi keuntungan dan kesenangan saya sendiri? Kami ajak juga untuk melihat aneka macam malapetaka atau musibah serta kekacauan hidup bersama yang ada. Tanda bahwa penguasa berhasil menjalankan tugas atau fungsinya adalah rakyat atau yang dikuasai hidup dalam damai sejahtera, sehat wal'afiat, selamat, maka selama masih ada rakyat atau yang dikuasai dalam keadaan sengsara dan menderita, berarti yang berkuasa kurang melayani rakyat atau yang dikuasai serta lebih mengutamakan diri sendiri, keluarga maupun kelompoknya. Semoga mereka yang berkuasa insaf bahwa dirinya dipanggil untuk melayani bukan menguasai, mempersembahkan diri pada kepentingan umum atau kesejahteraan bersama bukan menggunakan kepentingan umum untuk diri sendiri. Sekali lagi saya juga mengingatkan: hendaknya cara hidup dan cara bertindak demi kepentingan atau kesejahteraan umum ini dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan atau kesaksian para orangtua/bapak-ibu.

 

"Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib; aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi, sebab musuhku mundur, tersandung jatuh dan binasa di hadapan-Mu"

(Mzm 9:2-4)

 

Jakarta, 21 November 2009


Kamis, 19 November 2009

20 Nov - 1Mak 4: 36-37.52-59; Luk 19:45-48

"Kamu menjadikannya sarang penyamun."

(1Mak 4: 36-37.52-59; Luk 19:45-48)

 

"Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia."(Luk 19:45-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Dalam tempat suci hanya dapat diizinkan hal-hal yang berguna bagi pelaksanaan atau peningkatan ibadat, kesalehan dan kebaktian, serta dilarang segala sesuatu yang tidak cocok dengan kesucian tempat itu. Namun Ordinaris (Uskup setempat) dapat sekali-sekali memberi izin untuk penggunaan lain, asal tidak bertentangan dengan kesucian tempat itu" (KHK kan 1210). Hukum Gereja ini kiranya bersumber dari kutipan Warta Gembira hari ini, maka marilah kita fahami dan laksanakan. Ada beberapa oknum yang memang sering  berusaha bisnis atau mencari keuntungan bagi dirinya sendiri melalui 'tempat suci', seperti gereja/kapel, tempat ziarah, makam, dst.. Di kota metropolitan seperti Jakarta kecenderungan berbisnis atau mencari keuntungan diri sendiri cukup memprihatinkan, misalnya terkait dengan Seksi Sosial paroki dan pemakaman bagi mereka yang meninggal dunia, juga ada tempat ibadat 'disulap' untuk sementara guna melangsungkan konsert musik dll.  Semua kegiatan yang terkait dengan tempat ibadat maupun peribadatan hendaknya meningkatkan dan memperdalam kesalehan dan kebaktian umat kepada Tuhan, umat semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan maupun sesamanya. Yang bersikap mental bisnis atau cari keuntungan bagi dirinya sendiri di tempat ibadat atau peribadatan pada umumnya adalah orang pandai dan kaya serta kurang beriman, dimana segala usaha dan kegiatan dihitung untung-ruginya secara duniawi (materi atau uang). Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua untuk setia dalam memfungsikan tempat ibadat maupun peribadatan, yaitu demi kesucian umat, dimana umat semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, percaya pada Penyelenggaraan Ilahi/Tuhan dalam hidup sehari-hari.

·   "Musuh kita sudah hancur. Baiklah kita pergi mentahirkan Bait Allah dan mentahbiskannya kembali."(1Mak 4:36), demikian kata Yudas dan saudara-saudarinya. Masih adakah di tempat-tempat suci yang kita kenal dan sering kita hadiri, seperti gereja/kapel, tempat ziarah dst., musuh-musuh, yaitu mereka yang bersikap mental materialistis atau bisnis sehingga mencemarkan tempat suci? Jika masih ada marilah segera kita berantas, sebaliknya jika tidak ada musuh lagi marilah kita jaga kesucian tempat suci. Mungkin baik apa yang dikatakan sebagai 'bait Allah' kita kenakan pada diri kita masing-masing, manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah.  Tubuh kita adalah bait Allah atau Roh Kudus. 'Mentahirkan dan mentahbiskan kembali' tubuh kita berarti bertobat atau memperbaharui diri. Sejauh mana anggota-anggota tubuh kita masih mencemari tubuh kita dengan perbuatan dosa, entah dengan kata-kata atau tindakan? Yang mencemarkan tubuh kita antara lain "percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya"(Gal 5:19-21)  Yang cukup banyak dilakukan mungkin 'percabulan dan penyembahan berhala'. Percabulan dapat dilakukan sendirian atau dengan orang lain, misalnya masturbasi/onani dan hubungan seks bebas. Ketika kita dapat menjaga diri kita sebagai manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah alias kesucian tubuh kita, maka kita pun juga terpanggil dan tergerak untuk menjaga kesucian tempat-tempat ibadat atau peribadatan. Kami berharap kepada para pastor serta mereka yang bergabung dalam aneka paguyuban gerejani/rohani untuk menjaga kesucian tempat-tempat suci, dan ketika terjadi pencemaran kami harapkan segera menyucikannya kembali. Yang tak kalah penting kami ingatkan: uang atau dana yang terkumpul dalam atau selama ibadat di tempat-tempat suci maupun tempat lain hendaknya digunakan atau difungsikan sesuai dengan tujuannya atau hukum Gereja, yaitu untuk membantu peribadatan umat Allah, kehidupan para klerus bersama pembantu-pembantunya dan karya amal kasih  bagi mereka yang miskin dan berkekurangan.

 

"Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allahnya bapa kami Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya."

(1Taw 29:10-12)

    

Jakarta, 20 November 2009

 

Rabu, 18 November 2009

19 Nov - 1Mak 2:15-29; Luk 19:41-44

"Engkau tidak mengetahui saat bilamana Allah melawat engkau"

(1Mak 2:15-29; Luk 19:41-44)

 

"Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau."(Luk 19:41-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang yang begitu sibuk alias memboroskan waktu dan tenaganya untuk hal-hal materi, bisnis atau uang pada umumnya dengan mudah melupakan hidup doa, rohani atau spiritual sebagai bagian hidup beriman atau beragama. Gairah untuk memperoleh keuntungaan uang atau harta benda begitu menguasai dirinya, sehingga sering kurang peka akan tanda-tanda zaman atau gejala kehidupan, sebagaimana terjadi pada krisis moneter yang melanda dunia tahun lalu. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua pentingnya memberi waktu dan tenaga untuk hidup doa, rohani atau spiritual guna menyadari dan menghayati kehadiran dan karya Tuhan di dalam hidup sehari-hari. Salah satu cara untuk itu antara lain dengan mengadakan 'pemeriksaan batin' setiap hari; ingat pemeriksaan batin adalah bagian dari doa harian, yaitu doa malam menjelang istirahat/tidur malam. Pemeriksaan batin bukan hanya untuk melihat dan mengakui dosa-dosa, tetapi lebih-lebih untuk melihat, merasakan, mengenangkan dan menghayati kehadiran dan karya Tuhan atau penyelenggaraan Tuhan dalam diri kita serta tanggapan kita, yang dalam bahasa lain disebut "spiritual discernment", yang berarti pembedaan roh. Dalam pemeriksaan  batin kita diharapkan dapat melihat karya roh baik dan roh jahat, yang mungkin kita rasakan dalam kecenderungan-kecenderungan. Kami percaya bahwa masing-masing dari kita lebih banyak apa yang baik daripada yang buruk atau jahat, maka jika kita sungguh dapat memeriksa batin kita masing-masing maka kita akan dapat melihat dan menikmati penyelenggaraan Tuhan dalam diri kita, Tuhan yang melawati kita. Mereka yang jarang atau tidak pernah mengadakan pemeriksaan batin kiranya pada suatu saat akan terkejut ketika terjadi musibah yang menimpa dirinya.

·   "Kalaupun segala bangsa di lingkungan wilayah raja mematuhi seri baginda dan masing-masing murtad dari ibadah nenek moyangnya serta menyesuaikan diri dengan perintah-perintah seri baginda, namun aku serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut perjanjian nenek moyang kami. Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!"(1Mak 2:19-22), demikian kata Matatias kepada sang raja. Apa yang dikatakan oleh Matatias ini baik menjadi permenungan kita, lebih-lebih kata-katanya "Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taruat Tuhan serta peraturan-peraturan Tuhan". Ketika kita akan meninggalkan peraturan atau perintah Tuhan alias berbuat dosa atau jahat, sebenarnya penyegahan dari Tuhan terjadi, antara lain ada perasaan kurang atau tidak enak di hati atau kurang aman. Memang jika orang telah terbiasa berbuat jahat atau berdosa tidak akan peka lagi terhadap pencegahan Tuhan tersebut, tetapi bagi orang cukup baik dan berbudi pekerti luhur ketika akan melakukan apa yang tidak baik atau dosa pasti merasa diperingatkan atau dicegah oleh Tuhan. Bagi orang baik ketika ada desakan atau ajakan untuk berbuat jahat atau berdosa akan merasa 'sesak hatinya'. Marilah dalam hidup sehari-hari kita melatih dan membiasakan diri terus menerus 'taat pada perintah Tuhan' , yang bagi kita semua berarti taat pada aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. Jika kita terbiasa taat dan setia pada aturan dan tatanan yang kelihatan, sebagaimana terpampang di tempat-tempat umum, jalanan, kantor, dst.., kiranya dengan mudah kita taat dan setia pada kehendak Tuhan atau bisikan-bisikan Roh Kudus. Ketaatan dan kesetiaan pada apa yang kelihatan di satu sisi merupakan bentuk perwujudan ketaatan dan kesetiaan pada kehendak Tuhan dan di sisi lain semakin membuat diri kita setia dan taat kepada kehendak Tuhan.

 

"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi! Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." (Mzm 50:14-15)

 

Jakarta, 19 November 2009


Selasa, 17 November 2009

18 Nov - 2Mak 7:1.20-31; Luk 19:11-28

"Setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi"

(2Mak 7:1.20-31; Luk 19:11-28)

 

"Untuk mereka yang mendengarkan Dia di situ, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka, bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Maka Ia berkata: "Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah ia dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing…..Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku." Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem."(Luk 19:11-15.26-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Mendekati Yerusalem berarti mendekati akhir tugas pengutusan atau penyempurnaan tugas pengutusan, yang bagi Yesus harus mempersembahkan diri dengan wafat di kayu salib. Memang menjelang berakhirnya suatu tugas pengutusan pada umumnya orang mengenangkan kembali apa yang telah dikerjakan alias membuat evaluasi. Hemat saya tidak hanya menjelang berakhirnya tugas pengutusan saja orang membuat evaluasi, tetapi setiap hari, yaitu akhir hari atau menjelang istirahat/tidur malam. Evaluasi lebih ditekankan pada apa yang telah kita kerjakan secara pribadi sesuai dengan tugas pengutusan atau pekerjaan kita. Kutipan Warta Gembira hari ini mengingatkan bahwa "Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya". Yang dimaksudkan dengan "mempunyai' disini hemat saya adalah melaksanakan tugas pengutusan atau mewujudkan rahmat atau anugerah Tuhan dalam hidup sehari-hari. Misalnya saya diberi anugerah atau bakat 'menulis atau mengarang': jika saya berusaha terrus menerus menulis atau mengarang berarti saya akan semakin terampil menulis dan mengarang, semakin lama semakin kaya akan tulisan dan karangan.  Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua: rahmat atau karunia macam apa yang dianugerahkan Tuhan kepadaku? Bakat, keterampilan atau kecerdasan macam apa yang dianugerahkan kepadaku? Kami harapkan anugerah atau karunia,  bakat, keterampilan atau kecerdasan tersebut tidak 'disimpan di almari es' , melainkan diteruskan kepada yang lain atau sesama dalam kegiatan atau kesibukan sehari-hari, atau dalam melaksanakan tugas pengutusan yang diserahkan kepada kita. Setiap hari kita mawas diri apakah kita telah meneruskan anugerah atau karunia Tuhan tersebut kepada saudara-saudari atau sesama kita dengan baik sebagaimana diharapkan.

·   "Aku tidak tahu bagaimana kamu muncul dalam kandungku. Bukan akulah yang memberi kepadamu nafas dan hidup atau menyusun bagian-bagian pada badanmu masing-masing! Melainkan Pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Dengan belas kasihan-Nya Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepada kamu, justru oleh karena kamu kini memandang dirimu bukan apa-apa demi hukum-hukum-Nya."(2Mak 7:22-23), demikian kata seorang ibu kepada tujuh anaknya yang akan mati karena siksaan penguasa.  Kata-kata ibu ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Hidup adalah anugerah Tuhan, maka pada waktunya Tuhan juga akan mengambilnya lagi. Karena yang memberi nafas dan hidup atau menyusun bagian-bagian tubuh/badan kita adalah Tuhan, maka selayaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Memang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan pada masa kini tidak akan terlepas dari aneka tantangan, hambatan, penderitaan, ancaman dan perjuangan, mengingat dan memperhatikan masih maraknya kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan bersama. Meskipun harus menghadapi ancaman mati karena disiksa atau dibunuh, marilah kita tetap setia pada kehendak Tuhan alias berbudi pekerti luhur serta berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Percaya dan imani belas kasihan Tuhan yang senantiasa menyertai dan mendampingi hamba-hambaNya yang setia kepadaNya, jangan takut, gentar atau mundur menghadapi tantangan, masalah, penderitaan yang lahir kerena kesetiaan pada kehendak Tuhan, karena hidup berbudi pekerti luhur.

 

"Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku. Tunjukkanlah kasih setia-Mu yang ajaib, ya Engkau, yang menyelamatkan orang-orang yang berlindung pada tangan kanan-Mu terhadap pemberontak"

(Mzm 17:6-7)

Jakarta, 18 November 2009


Senin, 16 November 2009

17 Nov-2Mak 6:18-31; Luk 19:1-10

"Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."

(2Mak 6:18-31; Luk 19:1-10)

 

"Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Luk 19:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St Elisabet dari Hungaria, biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kesadaran dan penghayatan beriman identik dengan kesadaran dan penghayatan berdosa; semakin beriman berarti semakin menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa yang dianugerahi rahmat Allah, sehingga yang bersangkutan semakin hidup penuh syukur dan terima kasih. Syukur dan terima kasih kemudian diwujudkan dalam cara hidup bagi orang lain, lebih-lebih bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Hidup beriman yang demikian itu merupakan tanggapan atau iman bahwa "Yesus datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang". Kita di satu sisi dapat menyadari dan menghayati sebagai yang berdosa dan dicari, atau sisi lain meneladan Yesus yang mencari dan menyelamatkan yang hilang/berdosa; keduanya membutuhkan pengorbanan dan perjuangan. Pertama-tama kami mengajak dan mengingatkan mereka yang kaya akan harta benda atau uang untuk mawas diri: apakah kekayaan yang kita miliki atau kuasai saat ini tidak merupakan bagian dari perampasan atau perampokan hak orang-orang miskin. Hemat saya sedikit banyak kekayaan orang kaya tak pernah terlepas dari peran dan sumbangan dari mereka yang miskin dan berkekurangan. Sebagai contoh: pengusaha 'mie kemasan' (Supermi, Indomie dll) atau rokok pasti kaya akan harta benda dan uang, maka ingatlah dan sadarilah bahwa konsumen 'mie' atau 'rokok' tersebut pada umumnya adalah mereka yang miskin dan berkekurangan; maka hendaknya meneladan Zakheus yang berkata dan bertindak: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat"

·   "Bagi Tuhan yang mempunyai pengetahuan yang kudus ternyatalah bahwa aku dapat meluputkan diri dari maut dan bahwa aku sekarang menanggung kesengsaraan hebat dalam tubuhku akibat deraan itu. Tetapi dalam jiwa aku menderita semuanya itu dengan suka hati karena takut akan Tuhan."(2Mak 6:30), demikian kata Eleazar setelah menerima pukulan bertubi-tubi dan hampir mati karena kesaksian imannya. Derita atau sengsara yang lahir karena kesetiaan pada iman dan panggilan merupakan jalan keselamatan, dimana antara lain orang semakin ingat dan sadar akan penyertaan atau pendampingan Tuhan terhadap dirinya yang sedang menderita atau sengsara. Penderitaan dan kesengsaraan yang dihayati dengan suka hati karena Tuhan, itulah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Dalam hal ini kiranya kita diingatkan bahwa kita adalah murid-murid atau pengikut Yesus, yang sengsara dan wafat di kayu salib demi keselamatan seluruh dunia. "Jer basuki mowo beyo" = untuk memperoleh hidup mulia, damai sejahtera, orang harus berani berjuang, berkorban dan menderita, demikian nasihat orang Jawa, yang kiranya dekat dengan iman akan Yesus yang tergantung di kayu salib. Maka marilah jika kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan dan karenanya harus menderita dan sengsara, hendaknya semuanya itu diterima dengan suka hati serta disyukuri. Suka hati dan syukur karena kita dianugerahi kesempatan untuk meneladan Yesus yang telah sengsara dan wafat di kayu salib demi keselamatan seluruh dunia seisinya. Apa yang dimaksudkan dengan 'takut akan Tuhan' tidak berarti kita lalu menjauhkan diri dari Tuhan, melainkan berarti semakin mempersembahkan atau menyerahkan diri kepada Tuhan, dan hal itu menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari.

 

"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku!Hai orang-orang, berapa lama lagi kemuliaanku dinodai, berapa lama lagi kamu mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan? Ketahuilah, bahwa TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-Nya; TUHAN mendengarkan, apabila aku berseru kepada-Nya " (Mzm 4:2-4)

 

Jakarta, 17 November 2009


Minggu, 15 November 2009

16 Nov-1Mak 1:10-15.41-43.54-57.62-64; Luk 18:35-43

"Imanmu telah menyelamatkan engkau!"

(1Mak 1:10-15.41-43.54-57.62-64; Luk 18:35-43)

 

"Waktu Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis. Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: "Apa itu?" Kata orang kepadanya: "Yesus orang Nazaret lewat." Lalu ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Maka mereka, yang berjalan di depan, menegor dia supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" Lalu Yesus berhenti dan menyuruh membawa orang itu kepada-Nya. Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang itu: "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" Lalu kata Yesus kepadanya: "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Dan seketika itu juga melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah" (Luk 18:35-43), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sehat atau sakit memang erat kaitannya dengan beriman atau tidak/kurang beriman; siapapun yang sungguh beriman kiranya akan tetap sehat, segar bugar, baik phisik maupun spiritual, jasmani maupun rohani. Jika orang dalam keadaan sehat kiranya juga akan dengan mudah untuk 'memuliakan Allah' dalam hidup sehari-hari, sebagai perwujudan atau penghayatan iman. Iman memang lebih berarti ketika dihayati daripada diomongkan atau dibicarakan, maka marilah kita sebagai umat beriman mawas diri sejauh mana kita menghayati iman kita dalam hidup sehari-hari. Menghayati iman antara lain berarti mempersembahkan hati, jiwa, akal budi dan tubuh sepenuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak yang terarah kepada sesamanya. Dengan kata lain karena kita semua mengakui diri sebagai yang beriman, maka kita dipanggil untuk saling mempersembah-kan diri alias saling melayani dan mengasihi. Beriman berarti juga mampu melihat dan mengakui Allah yang hidup dan berkarya dalam sesama manusia dan seluruh ciptaan lainnya, sehingga kemanapun pergi atau dimanapun berada tidak merasa kesepian, frustrasi atau kurang diperhatikan, melainkan senantiasa merasa dan menghayati didampingi atau ditemani oleh Tuhan melalui ciptaan-ciptaanNya, dan dengan demikian tidak pernah merasa kesepian, frustrasi atau kurang diperhatikan, sehingga tetap segar bugar, sehat wal'afiat lahir dan batin, phisik dan spiritual. Memang untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, jiwa, akal budi dan hati, perlu mentaati aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan hidup sehat. Mereka yang sakit berarti kurang beriman, atau kurang mentaati tatanan dan aturan hidup sehat. Dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mendidik anak-anak sedini mungkin dalam hal hidup sehat, dan tentu saja dengan teladan dan kesaksian para orangtua, orang dewasa, para pendidik atau guru, dst…

·   "Rajapun menulis juga sepucuk surat perintah untuk seluruh kerajaan, bahwasanya semua orang harus menjadi satu bangsa. Masing-masing harus melepaskan adatnya sendiri. Maka semua bangsa menyesuaikan diri dengan titah raja itu" (1Mak 1:41-42). Kutipan ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita lebih-lebih dalam hal "persatuan atau kesatuan bangsa", dan bagi kita, warganegara Indonesia, berarti mawas diri perihal sila ke 3 (tiga) dari Pancasila: "Persatuan Indonesia", atau mengenangkan Sumpah Pemuda dengan pernyataannya "satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa". Untuk menggalang dan memperdalam persatuan kita diminta 'melepaskan adatnya sendiri', tidak mengikuti selera pribadi, kelompok, suku, agama atau ras. Marilah kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam: sama-sama manusia, sama-sama beriman, sama-sama warganegara, dst..; jika kita mampu menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, maka apa yang berbeda di antara kita akan fungsional meneguhkan persatuan. Apa yang berbeda di antara kita hendaknya menjadi daya tarik dan daya pikat untuk saling mengenal, mendekat dan mengasihi, bukan menjadi alasan untuk saling melecehkan, mengejek atau merendahkan. Yang sering menimbulkan perpecahan memang aneka bentuk pelecehan, ejekan atau perendahan harkat martabat manusia. Hidup dalam persaudaraan atau persahabatan sejati (persatuan) hemat saya juga merupakan bentuk penghayatan iman, dimana kita mengimani dan menghayati Allah yang satu dan esa, mahasegalanya. Karena Allah hanya satu, maka mengakui diri beriman kepada Allah berarti senantiasa menggalang dan mengusahakan serta memperdalam persatuan, persahabatan atau persaudaraan sejati.

 

"Tali-tali orang-orang fasik membelit aku, tetapi Taurat-Mu tidak kulupakan Bebaskanlah aku dari pada pemerasan manusia, supaya aku berpegang pada titah-titah-Mu Keselamatan menjauh dari orang-orang fasik, sebab ketetapan-ketetapan-Mu tidaklah mereka cari  Melihat pengkhianat-pengkhianat, aku merasa jemu, karena mereka tidak berpegang pada janji-Mu"( Mzm 119:61.134.155.158)

 

Jakarta, 16 November 2009