Kembali ke Website Imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Selasa, 29 Oktober 2013

13Spt

"Siapa mempunyai telinga untuk mendengar!"

(Ef 4:1-7.11-13; Luk 4:1-10.13-20)

" Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka
datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia,
sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di
situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu.
Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam
ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka: "Dengarlah! Adalah seorang
penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu
jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai
habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak
tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya
tipis.Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering
karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu
makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia
tidak berbuah. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan
suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada
yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat." Dan
kata-Nya: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia
mendengar!" Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas
murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu." (Mrk 4:1-10),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Yohanes Krisostomus, uskup dan pujangga Gereja, hari ini saya
sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pendengaran merupakan indera dari pancaindera yang sangat penting,
karena pada umumnya iman lahir dan diperdalam melalui pendengaran;
apa-apa yang didengarkan akan membentuk pribadi orang yang
bersangkutan. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita
semua, segenap umat beriman, untuk memperdalam dan memperkembangkan
keutamaan mendengarkan dalam hidup kita sehari-hari. Di Indonesia ini
setiap saat diperdengarkan suara adzan dari atau melalui masjid atau
surau, dimana dikumandangkan ajakan untuk bersembah-sujud dan berdoa
kepada Allah. Memang ada orang yang sering merasa terganggu dengan
suara adzan tersebut, lebih-lebih di pagi hari buta, padahal apa yang
dikumandangkan baik dan luhur adanya. Indera pendengaran merupakan
yang pertama kali berfungsi, karena bayi yang masih ada di dalam rahim
atau kandungan ibu pun sudah dapat mendengarkan dan apa yang
didengarkan sungguh membentuk kepribadiannya. Maka dengan ini kami
mengajak dan mengingatkan para orangtua, terutama yang memiliki
anak-anak balita, untuk senantiasa memperdengarkan apa-apa yang baik,
mulia dan berbudi pekerti luhur. Jika anda memiliki hobby mendengarkan
lagu, silahkan perdengarkan lagu-lagu rohani atau lagu-lagu daerah
yang sarat dengan nasihat dan ajaran-ajaran baik. Mendengarkan dengan
baik memang membutuhkan keutamaan kerendahan hati; membaca buku juga
membutuhkan kerendahan hati, demikian juga ketika sedang belajar juga
membutuhkan kerendahan hati. Kepada para peserta didik kami ajak
sungguh mendengarkan apa-apa yang sedang diajarkan atau diinformasikan
dalam proses pendidikan atau pembelajaran di klas-klas.

·   "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah
memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan
satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan
yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu
baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan
oleh semua dan di dalam semua." (Ef 4:2-6). Kutipan di atas ini
kiranya yang juga menjadi dambaan para gembala umat atau para pemimpin
hidup bersama dalam bentuk apapun. Tugas atau fungsi utama seorang
gembala umat atau pemimpin antara lain sebagai pemersatu umat atau
mereka yang harus dipimpin atau dilayani. Marilah kita dukung dambaan
para gembala umat atau pemimpin ini dengan senantiasa mengusahakan
persaudaraan atau persahabatan sejati dalam cara hidup dan cara
bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Sikap mental bersahabat atau
bersaudara ini hendaknya sedini mungkin dididikkan atau dibiasakan
pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret para orangtua.
Bukankah anda sebagai orangtua atau suami-isteri memiliki pengalaman
mendalam dalam persaudaraan atau persahabatan sejati: satu hati, satu
jiwa, satu akal budi dan satu tubuh  atau satu panggilan dan satu
iman? Semoga pengalaman persaudaraan atau persahabatan anda berdua
diwariskan kepada anak-anak yang dianugerahkan oleh Allah kepada anda
berdua. Binalah dan didiklah anak-anak anda, antar kakak dan adik
dalam hal persaudaraan atau persahabatan sejati. Jika anda tidak
membina persaudaraan atau persahabatan sejati pada anak-anak anda,
maka masa tua anda akan menderita.

"Ia hanyalah bayangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang
sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti.
Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku
berharap. Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku, jangan jadikan
aku celaan orang bebal! Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau
sendirilah yang bertindak"

(Mzm 39:7-10)

Ign 13 September 2013