Kembali ke Website Imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Selasa, 29 Oktober 2013

MgXXI

Mg Biasa XXI: Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 13:22-30

"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu"

Dalam perjalanan dengan bus malam dari Pontianak ke Putusiabau,
Kalimantan, kurang lebih pk 02.00 dini hari kami beristirahat untuk
kedua kalinya sambil minum teh atau kopi di warung, yang terletak
antara Sintang dan Putusibau. Saya sempat omong-omong dengan penumpang
lain, orang Dayak dan sekaligus menanyakan tempat saya harus turun
dari bus di Putusibau, katanya di depan gereja besar. Bapak yang saya
ajak omong menanggapi pertanyaan saya, bahwa nanti akan ditunjukkan
ketika sampai Putusibau. Omong punya omong sang bapak bertanya kepada
saya apakah saya orang Jawa, dan saya jawab 'ya'. Mendengar bahwa saya
adalah orang Jawa, sang bapak, yang keturunan Dayak tersebut, berkata
kepada saya: "Orang Jawa itu hebat-hebat lho pak. Sopir dan kernet bus
ini adalah orang-orang Jawa". Saya tidak tahu persis apa maksud pujian
sang bapak tersebut dan tetap menjadi pertanyaan dalam hati saya. Dan
ketika bertemu dengan rekan-rekan guru, yang ikut rekoleksi yang  saya
pimpin, saya mempertanyakan kata-kata sang bapak tersebut. Konon di
daerah Kabupaten Sintang pernah ada ujian calon sopir: ada kurang
lebih 30 pelamar (orang Dayak) dan setela menjalani test hanya 3 yang
lulus, dan 3 orang yang lulus menjadi sopir tersebut juga tak sampai
genap satu bulan menjadi sopir, katanya tidak kuat. Setelah mendengar
info tersebut saya dapat memahami: bukankah rekan-rekan Dayak memiliki
budaya 'memetik', dengan kata lain tidak berusaha menanam, sedangkan
rekan-rekan Jawa memiliki pengalaman harus bekerja keras, 'petani',
dan itu semua karena situasi lingkungan hidup.

"Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah
orang yang diselamatkan?"  Jawab Yesus kepada orang-orang di situ:
"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku
berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak
akan dapat." (Luk 13:23-24)

Hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur memang tidak mudah,
apalagi pada masa kini banyak godaan, rayuan dan tawaran yang membuat
orang tidak baik, tak bermoral dan tak berbudi pekerti luhur: hidup
dan bertindak seenaknya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang
lain. Hal ini kiranya diperparah atau disebabkan oleh pelaksanaan
proses pendidikan di dalam keluarga maupun sekolah-sekolah, dimana
anak-anak atau peserta didik dimanjakan, harus naik klas tanpa test
yang benar (bahkan mark-up nilai dilakukan seenaknya). Dengan kata
lain anak-anak tidak memiliki kerja keras, berusaha dst., melainkan
terbiasa 'menikmati' tanpa usaha dan kerja keras.

"Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal
yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan
sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu" (Prof.Dr. Edi Sedyawati/edit:
Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –Jakarta 1997, hal
10). Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan yang ada dididik dan dibina dalam hal
'bekerja keras', dan tentu saja orangtua atau bapak-ibu dapat menjadi
teladan dalam 'bekerja keras'. Berdirinya Negara kita diusahakan
perjuangan dan kerja keras oleh para pejuang dengan pengorbanan yang
tidak kecil, maka selayaknya kita warisi nilai-nilai perjuangan yang
telah menghidupi para pejuang kemerdekaan Negara kita ini.

Orang-orang sederhana, miskin dan berkekurangan di desa-desa dan
pegunungan masih memiliki sikap mental 'bekerja keras' untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Maka mungkin baik jika anak-anak atau
para peserta didik, lebih-lebih yang berada di kota-kota, pernah
diajak untuk 'live in' beberapa waktu di desa-desa atau pegunungan,
guna belajar bekerja keras dari orang-orang desa/pegunungan.
Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang telah mengalami 'live in'
merasa sungguh bahagia dan beruntung bahwa memperoleh pengalaman yang
sangat berguna bagi kehidupan kelak: nilai-nilai perjuangan dan
pengorbanan demi kehidupan. Bahwa akhirnya yang sukses dalam bekerja
keras hanya sedikit, hendaknya kita tidak merasa sedih, karena Yesus
sendiri juga telah mengingatkan bahwa hanya sedikitlah yang berhasil
sampai ke tujuan.

  "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu
seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan
Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;
karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang
yang diakui-Nya sebagai anak." Jika kamu harus menanggung ganjaran;
Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang
tidak dihajar oleh ayahnya" (Ibr 12:5-7)

Kutipan di atas ini kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan
bersama, lebih-lebih kata-kata "Hai anakku, janganlah anggap enteng
didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau
diperingatkanNya". Kata-kata ini kiranya menjadi nyata dalam hidup
kita sehari-hari, yaitu dilakukan oleh orangtua atau guru-guru kita di
sekolah  dimana kita dididik dan diperingatkan. Pertama-tama hendaknya
jangan menganggap enteng pendidikan alias tugas belajar, dimana kita
diajar. Siap sedia untuk dididik dan diajar berarti siap sedia untuk
berubah, dan tentu saja berubah ke apa yang lebih baik. Berubah
menjadi lebih baik memang ada kemungkinan menyakitkan, namun demikian
nikmati saja kesakitan yang ada, karena dengan demikian akan terasa
enak dan nikmat saja.

Kita juga sering diperingatkan karena kelalaian, kesombroan, hidup dan
berindak seenaknya sendiri. Ketika diingatkan hendaknya jangan putus
asa, melainkan sikapi dan hayati peringatan tersebut sebagai kasih
Allah melalui orang yang mengingatkan, dengan kata lain hayati dalam
dan oleh kasih, karena peringatan tersebut merupakan sentuhan kasih
agar kita kembali ke jalan yang benar dan baik. Sebenarnya dimana-mana
ada peringatan: di dalam kendaraan, dalam kemasan obat atau makanan,
di jalanan dst.., namun sering peringatan-peringatan tersebut tidak
diperhatikan. Jika kita terbiasa memperhatikan peringatan-peringatan
kecil yang ada dalam kendaraan, kemasan makanan atau di jalanan,
kiranya dengan senang hati kita diingatkan oleh saudara-saudari kita.
Hayati aneka peringatan sebagai 'cambuk' kehidupan dan kerja kita
agar kita hidup dan bekerja lebih keras dan giat di jalan yang benar
dan baik.

"Mereka itu akan membawa semua saudaramu dari antara segala bangsa
sebagai korban untuk TUHAN di atas kuda dan kereta dan di atas
usungan, di atas bagal dan unta betina yang cepat, ke atas gunung-Ku
yang kudus, ke Yerusalem, firman TUHAN, sama seperti orang Israel
membawa korban dalam wadah yang tahir ke dalam rumah TUHAN. Juga dari
antara mereka akan Kuambil imam-imam dan orang-orang Lewi, firman
TUHAN" (Yes 66:20-21). Kutipan di atas ini merupakan peringatan nabi
Yesaya kepada bangsanya, dan kiranya dapat juga menjadi peringatan
orangtua atau guru-guru kita. Kita diingatkan bahwa orangtua maupun
para guru kita senantiasa berusaha memperkembangkan dan memperluas
pergaulan kita, sehingga kita semakin memiliki banyak teman atau
saudara. Semakin tambah usia dan pengalaman juga akan semakin tambah
kenalan dan teman, dan semoga tidak semakin tambah musuh atau lawan.
Semakin tambah kenalan hemat saya juga semakin banyak sumber
pengetahuan dan dengan demikian kita juga diperkaya oleh orang lain.

"Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku
bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk
selama-lamanya. Haleluya!"

(Mzm 117)

Ign 25 Agustus 2013